Daddy, Mommy, Jeongmal Saranghae! 1

Aku tidak pernah membayangkan menikah dengan Kyuhyun. Pertama, jelas-jelas dia bukan calon suami yang baik. Dia, selain tidak baik hati, juga tidak seperti manusia. Kelakuannya tidak lebih seperti anak lima tahun yang terjebak dalam badan pemuda tiga puluh tahunan, maaf, maksudku, duapuluh tiga, atau dua puluh dua? Entahlah, singkatnya dia selalu kelihatan tua, hingga aku selalu mengiranya sudah kepala tiga.

Kedua, aku sendiri bukan calon istri yang baik untuknya. Tentu saja aku wanita, tapi aku bukan PSP, ah, anak itu terobsesi luar biasa dengan benda berisik itu, apa aku tidak akan apa-apa jika menikah dengan seseorang yang jiwa raganya sudah ia sumbangkan sepenuh hati untuk orang lain, ah, aku salah lagi, maksudku, benda lain?

Pasti mengerikan.

Dan itulah yang terjadi padaku.

*

Pada musim semi 2018, aku dan Kyuhyun memutuskan menikah. Tepat satu bulan sesudah dua Hyungnya, Hyukjae dan Donghae menikah. Tidak perlu kujelaskan mengapa dia mendadak ingin menikah. Sudah sangat jelas. Ia tidak tahan melihat keduabelas hyungnya terus memamerinya segala sesuatu tentang hal yang paling ingin ia kutuk, menikah.

Saat itu, aku, sebagai calon istrinya, adalah pihak yang nyaris mati saking kagetnya. Demi apa, makhluk itu juga bisa berminat menikah? Dan denganku? Dan bulan ini?

“Kau tidak perlu menjawab, karena iya atau tidak, kau akan tetap menikah denganku.” Itulah bunyi lamaran yang kudengar darinya. Padat, lugas, dan sangat tidak romantis. Maka aku pun diseret. Dipertemukan dengan ayah dan ibunya yang budiman.

*

Menikah selalu terlihat rumit di mataku. Namun di tangan Kyuhyun, menikah tak ubahnya seperti memesan jajangmyeon. Sederhana dan sangat tidak menarik. Ia memesan Event Organizer, menyewa desainer, dan membereskan persiapannya dalam satu hari. Kakiku nyaris melengkung hari itu. Selain menyeret-nyeret dan berteriak-teriak, tidak ada hal manis yang kuingat hari itu.

Pada hari yang ditentukan, kami menikah. Kyuhyun memilih hall yang tidak terlalu besar, bagaimanapun juga, sebenarnya ia orang yang pelit dan tidak suka pusing. Memilih hall yang terlalu besar, seperti yang dilakukan Leeteuk Oppa dan istrinya Kang Sora saat menikah, juga Donghae Oppa dan Lee Eun Hee, adalah pemborosan yang penuh dosa dan berbuntut kepusingan berkepanjangan. Namun untungnya, dia tidak sepelit saudaranya, Lee Hyukjae yang menyelenggarakan pernikahannya dengan memalak sponsor. Pernikahannya memakai jasa sponsor, ia menjadi bintang iklan untuk produk event organizer. Jadilah ia tak perlu membayar dan tamunya penuh dengan sales.

“Lebih baik menggunakan uang untuk keperluan lain yang lebih penting,” sahutnya saat itu. Aku mendengar nasihatnya dengan mulut setengah menganga. Sepertinya, ingin menikah membuat engsel kepalanya lepas. Dia jadi kelihatan sebijaksana Tong Sang Cong. “Misalnya, untuk keperluan membuat anak.”

Jduar!

Aku tertipu. Dia masih Kyuhyun dengan engsel kepala yang sama.

*

Musim semi berikutnya, semuanya berubah. Rumah kami jadi makin berisik.

“Pastikan namanya mengandung Hyun, dan jangan coba-coba masukkan kata Hae, atau Dong!”

“Baiklah. Kau punya usul?”

“Ne. bagaimana dengan Cho Kyu Hyun?”

“Yaaa… Kau mau apa dengan nama mengerikan itu, hah?”

“Yaaa.. Itu namaku, bodoh!”

“Kau mau membuat duplikat? Oh Tuhan, seharusnya aku tahu kalau satu setan tidak akan cukup jika aku menikah denganmu!”

“Cih. Kau pikir kau punya usulan nama yang lebih bagus, heh?”

“Bagaimana dengan Cho Dong Hyun?”

“Sudah kuduga nama jelek itu yang akan keluar dari mulutmu. Yaa.. bukannya sudak kubilang jangan masukkan Dong atau Hae!.. astaga, nama itu jelek sekali, kau tahu?”

“Aish. Lalu bagaimana?”

“Cho Kyu Hyun. Itu yang terbaik.”

“Aniyo! Dia anakku! Aku tidak mau dia kerasukan kepribadianmu!”

“Ya Tuhan, apa yang salah dengan kepribadianku?”

“Yaa… Kepribadianmu tidak ada yang benar, bodoh!”

“Nah, kau menyebut kata bodoh berapa kali hari ini?”

“Kau yang membuatku sakit jiwa.”

“Jangan sebut sakit jiwa. Kau ini sedang hamil, sayang. Aku tahu jiwamu sakit saat kau tidak bertemu dengaku, tapi sakit jiwa itu maknanya lain.”

“Yaaa!”

“Baiklah, baiklah, pikirkan baik-baik nama yang kau inginkan dan pastikan tidak ada dua suku kata yang kusebutkan tadi. Oke? Aku berjanji, jika nama itu sesuai dengan hati nuraniku, aku akan mempertimbangkannya.”

*

Cho Hyun Bin lahir lima bulan kemudian. Setampan namanya yang sama dengan aktor kesayanganku, dia tumbuh dengan manis menjadi sosok bocah yang tampan. Wajahnya adalah jelmaan pangeran dari buku dongeng. Entah mengapa, wajahnya sedikit mirip dengan Donghae Oppa, dibandingkan dengan Kyu Hyun. Dan itu juga yang kadangkala membuat Kyu Hyun emosi seharian tanpa sebab yang jelas. Siapapun pasti akan mencubit pipinya jika dia sedang lewat.

Sayangnya, wajahnya yang manis harus ternoda dengan kelakuannya yang sejenis dengan Appa-nya. Hyun Bin hobi berteriak, juga suka menirukan kata-kata yang seharusnya tidak diucapkannya saat ia masih dua setengah tahun. Ditambah dengan kenyataan, tiga pamannya –Kim Heechul, Lee Hukjae, Kim Jong Woon- ikut andil dalam masa pertumbuhannya, jadilah ia anak yang membuat semua orang ingin menggemplang kepalanya. Tiga pamannya itu sangat bersemangat berkunjung ke rumah kami, yang sialnya hanya berjarak satu blok dengan mereka, dan mengajarkan beragam hal buruk untuk mengerjai Kyuhyun. Bisa dimaklumi, anak mereka bertiga semuanya perempuan. Maka Hyun Bin seperti anugerah dari surga. Mereka menyayanginya setengah mati.

Tapi sepertinya masalah utama Hyun Bin hanya satu, Appa-nya. Semua benda buruk yang keluar dari mulutnya adalah imitasi dari kata-kata Appa-nya yang masih saja suka keceplosan mengucapkan kata-kata ala penghuni neraka.

“Yaa.. Kenapa sepatuku bau nasi goreng!” teriaknya suatu pagi.

Dengan celemek dan sendok sayur di tangan kananku, aku menghampirinya. Hyun Bin mengekor di belakangku. Tertawa cekikikan. Tangannya memegangi sendok. Aku mencium bau nasi goreng di sana. Kyuhyun bangkit berdiri dan berlarian seperi orang gila demi menangkap anaknya sendiri.

Hyun Bin mengadopsi karakter utama ayahnya. Usil.

Dia baru saja memasukkan nasi goreng ke dalam sepatu Kyuhyun. Rumahku pun jadi sangat berisik karena ulahnya.

“Aigoo. Appa lelah. Ayo makan, Hyun Bin-ah..” akhirnya Kyuhyun duduk terengah-engah di meja makan. Hyun Bin menyusul di belakangnya. Mereka pun makan dengan akur. Aku menonton dengan khidmat. Bersiap menjadi wasit kalau Hyun Bin tiba-tiba melempar sendoknya ke wajah Kyuhyun, atau sebaliknya, Kyuhyun melempar sendok Hyun Bin ke lantai.

“Hari ini dia masuk playgroup, kan?” Kyuhyun memastikan.

“Ne. kau benar-benar akan ikut mendaftar ke sana?” aku bertanya peasaran. Lepas dari Super Junior sama sekali tak mengurangi kesibukan Kyuhyun. Dia lebih sering menjadi aktor sekarang. Alhasil, dia masih sama sibuknya dengan saat ia masih lajang dulu.

“Tentu saja. Aku ingin gurunya tahu aku ayahnya,” katanya dengan menyeringai bangga. Di depannya, Hyun Bin juga menyeringai, menirukan ayahnya, lalu mereka berdua ber high-five kompak.

“Lalu kau mau apa?”

“Aku hanya tidak ingin mereka salah paham mengira dia anaknya Hyun Bin.”

“Aish. Berlebihan. Dia sama sekali tidak mirip dengan Hyun Bin.”

“Aku hanya mengantisipasi. Dia terlalu tampan untuk jadi anak orang lain.”

“Cih,” selaku sambil tertawa.

Tak berapa lama kemudian Kyuhyun junior ikut menirukan, “Cih.” Dan Kyuhyun menjitak kepalaku.

“Yaa… Lihat! Kau membuatnya menirukan kata-kata jelek, bodoh!”

Nah, siapa yang dengan bodohnya bilang bodoh di depan anaknya yang suka plagiat ini, hah? Sendok, wajan, panci, gemplanglah kepala Kyuhyun! Aish.

“Yaa Cho Kyuhyun.. kau malah bilang bodoh di depannya!” aku ikut berteriak.

“Astaga.. Kau ini benar-benar mudah marah. Kenapa bicara sambil teriak-teriak?”

Ya Tuhan, katakan pada anak menyebalkan ini siapa diantara kami berdua yang berteriak lebih dulu. Mangkok sup, hantam saja anak bodoh ini! Aish.

“Baiklah. Yang lebih sehat sebaiknya mengalah sekarang,” pungkasku akhirnya.

Kyuhyun tertawa dan mengelus kepalaku. Aku melotot ke arahnya. Apa bagusnya mengelus setelah semenit sebelumnya menggemplang kepalaku?

“Cho Kyuhyun, aku masih lapar.” Dengan polosnya Hyun Bin menyebut nama ayahnya sambil memukul-mukul meja plastiknya. Tawaku meledak. Bahagia melihat Kyuhyun yang kecut dengan ulah anaknya.

“Aigoo, Hyun Bin-ah.. panggil Appa, bukan Cho Kyuhyun,” katanya sambil menghampiri Hyun Bin.

“Aniyo.” Jawabnya cuek.

“Appa tidak akan mengantarmu ke sekolah kalau begitu,” ancam Kyuhyun sambil melengos. Tak disangka mata Hyun Bin segera berkaca-kaca melihat ayahnya melotot dan meninggalkannya.

“Umma, Cho Kyuhyun jahat!” lalu menangislah dia dengan suara menggelegar sambil menghambur ke pelukanku.

*

–to be continued–